S T A T I S I K

Senin, Mei 30, 2011

GMKI MENGGUGAT I

GMKI MENGGUGAT
PENEKAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN
Diakui atau tidak, dalam konteks keindonesiaan, peran negara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara memegang peranan penting. Pada era Orde Baru misalnya, cengkraman negara begitu kuat dalam masyarakat. Negara ikut campur dalam segala hal masalah ekonomi, politik dan sosial rakyat. Disatu sisi, memang negara mempunyai tanggung jawab (state responsibility) untuk mengendalikan dan memberdayakan rakyatnya agar tidak terjadi kesengsaraan dan penderitaan. Namun, di sisi lain, peran negara ini kadang disalahgunakan sebagai bentuk represifitas negara terhadap rakyatnya. Negara menerapkan aturan yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh rakyat, yang peraturan itu hanya menguntungkan sebagian kecil dari apa yang disebut sebagai “rakyat”.

Beberapa ahli mendefinisikan berbeda tentang negara. Roger H. Soltau menuliskan: “Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat (The state is an agency or authority managing or controling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community). Harold J. Laski mengatakan: “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (The state is a society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of thesociety).

Max Weber berujar: “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory). Robert M. MacIver menyatakan: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (The state is an association which, acting through law as promulgated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of order).

Miriam Budiarjo menyimpulkan bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaanyangsah.

Abraham Amos lebih menegaskan arti sebuah negara menjadi dua, negara dalam arti objektif dan negara dalam arti subjektif. Negara dalam arti objektif berarti segala sesuatu yang menyangkut ruang lingkup kedaulatan suatu kelompok komunitas masyarakat, dimana didalamnya terdapat strukutur kehidupan sosial atas kehendak organ masyarakat pada suatu wilayah tertentu; dengan tujuan menjalankan segala bentuk aktivitas hidupnya. Sedangkan negara dalam arti subjektif diartikan dengan adanya sekelompok komunitas manusia yang menghendaki suatu bentuk teritorial kedaulatan, yang kemudian dibentuk semacam konsensus atau kontrak sosial. Kontrak sosial itu tak lain ialah mufakat bersama dengan tujuan untuk membentuk wilayah kedaulatan sesuai kehendak komunitas dan memiliki seorang pimpinan komunitas sosial.

Negara bukan sekadar sekumpulan keluarga belaka atau suatu persatuan organisasi profesi, atau penengah di antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan antara perkumpulan suka rela yang diizinkan keberadaannya oleh negara. Dalam suatu komunitas politik yang diorganisir secara tepat, keberadaan negara adalah untuk masyarakat dan bukan masyarakat yang ada untuk negara. Pasalnya, keberadaan negara bermula dari perkembangan manusia (rakyat) yang kompleks dengan segala permasalahannya sehingga dibutuhkan adanya sebuah organisasi yang dilengkapi kekuasaan, disepakati bersama oleh rakyat tersebut, dan berfungsi menyelesaikan perselisihan untuk mengatur dan menciptakan ketentraman serta kedamaian dalam hubungan kemasyarakatan.

Logikanya, jika misalnya, keadaan rakyat dengan segala kompleks permasalahannya telah tentram dan damai maka rakyat tidak memerlukan adanya organisasi kekuasaan lagi. Dengan kata lain, bisa saja organisasi kekuasaan tersebut dibubarkan keberadaannya oleh rakyat. Akan tetapi, logika ini mungkin akan sangat sulit terealisasi karena kompleksitas permasalahan rakyat selalu ada seiring dengan berkembangnya kepentingan manusia. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa negara boleh menerapkan represifitas terhadap rakyat, karena hakekatnya keberadaan negara adalah untuk rakyat bukan rakyat yang ada untuk negara.
Keberadaan negara menjelma dalam sistem penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh tiga lembaga kekuasaan negara. Yakni lembaga legislatif (sebagai pembuat undang-undang), lembaga eksekutif (yang menjalankan undang-undang) dan lembaga yudikatif (pengadil terhadap pelanggaran atas undang-undang). Lembaga-lembaga kekuasaan negara ini menjalankan fungsinya dengan prinsip demokrasi (penyelenggaraan negara dari, oleh, dan untuk rakyat).
Fundamentalisme dari Negara sendiri adalah, melindungi, memelihara, memeberikan rasa nyaman, berprikeadilan, dan memberikan kesejateraan bagi semua komunitas yang ada didalamnya tanpa harus memandang muka. Ini kiranya dapat menjadi catatan bagi kita untuk merujuk keberadaan kita sebagai bagian dari komunitas bangsa, yang juga memenuhi aspek satu nusa satu bangsa, serta bihneka tunggal yang merajai jiwa sebagai warga bangsa. Karena konteks bangsa kita hari ini seakan mereduksi eksistensi nilai pendirian bangsa dan Negara kita Negara kesatuan republic Indonesia. menjadi hal mendasar adalah bagaimana pemerintah sebagai penggerak untuk menjadikan sesuatu kedamain, kesejahteran, kemakmuran keadilan dapat mensiasati itu sehingga semua aspek kehidupan masyarakatnya dapat terpenuhi. artinya negara mempunyai peranan penting untuk menyuguhkan yang terbaik bagi warga negaranya.
Aspek lain yang dilihat adalah negara gagal untuk menjalankan tugas – tugas pokoknya yang terkandung dalam pembukaan undang – undang dasar 1945, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. kalaupun seperti ini bentuknya dimanakah akan kita cari keadilan itu? apakah kita akan bertindak sendiri – sendiri tanpa harus memberikan kewenangan kepada mereka yang punya kewenangan ? ataukah kita harus berjalan sendiri – sendiri?. insiden penyerangan jemaah ahmadiah adalah salah satunya, dimana adanya pembiaran para perusuh berekspresi dalam gerakan terorisnya, oleh pihak kepolisian, bahkan telah ada informmasi dua hari sebelum penyerangan oleh pihak intelejen, namun tidak dilakukan upaya – upaya prefentif. LOKASI KEJADIAN PENYERANGAN JEMAAH AHMADIAH DIKAMPUNG PEUNDEUY DESA UMBULAN KECAMATAN CIKEUSIK,KABUPATEN PANDEGELANG BANTENG mungkinkah ini adalah bagian dari konflik interest dari elit – elit dinegara ini?. yang lebih parah lagi pernyataan Kapolri Timur Pradopo bahwa konflik yang terjadi adalah dinamika, pernyataan ini luar biasa karena di anggap oleh para elit adalah hal yang biasa. Ketakutan dan kekhawatiran kami pihak kepolisian juga turut main dalam kasus ini.
Kemudian proses pembakaran 3 gedung gereja, yang dilakukan oleh sekelompok orang yang diduga sama. aksi ini dilakukan karena ketidakpuasan masa terhadap putusan pengadilan terkait dengan tersangka penistaan agama. Gereja yang dibakar adalah GPdI (GEREJA PENTAKOSTA di INDONESIA) dan GBI (GEREJA BETHEL INDONESIA) Temanggung akibat penyerangan ini 9 orang luka – luka, dan kerugian harta kekayaan milik Gereja, pengrusakan 1 Gedung GEREJA KATOLIK ST PETRUS dan paulus serta pembakaran sekolah katolik yang juga berdekatan dengan Gereja yang dirusak.
Penutupan Gereja juga terjadi pasca pembakaran dan pengrusakan Gereja di temanggung, yaitu penutupan Gereja di Jakarta Selatan, padahal menurut Pimpin Gereja setempat semua syarat telah dikantongi, antara rekomendasi RT dan RW, serta surat izin mendirikan bangunan IMB. Entah Negara dan kelompok masyarakat lain ini maunya apa…?
Tuntutan kami, Negara harus tegas disini, karena menurut kami ini adalah keksalahan besar, yang perbuatannya terkutuk, dan yang paling hina sebagai makluk yang Mengklaim beragama. atas dasar semuanya itu maka GMKI selaku bagian yang terintegrity dari komuitas bangsa ini menggugat dan menuntut Pemerintah atas kelalain melindungi, warga negaranya sehingga terjadi tragedy, ahmadiah, dan pembakaran gereja serta pengrusakan dan penutpan gereja – gereja yang terjadi selama kurun waktu 2008-2011. ( Baca UUD 1945 pasal 29 )


II. BENTUK KEGIATAN
Berhubungan dengan situasi kehidupan kebangsaan kita yang sementara, tereduksi oleh egosntrisme kelompok tertentu, dan kelambanaan serta ketidak konsistenan pemerintah dalam menyikapi persoalan KONFLIK SARA di Indonesia maka dengan ini, GMKI di tuntut untuk secara Nasional melakukan intrupsi kepada pemerintah dengan melakukan AKSI DAMAI. dalam rangka memberi tuntutan perlindungan serta rasa aman, dan kebebasan memeluk kepercayaan kita masing – masing selaku warga Negara kesatuan republic Indonesia.

III. TEMA AKSI
JADILAH BERHIKMAT! BERJALANLAH PADA JALAN KEBENARAN DITENGAH – TENGAH JALAN KEADILAN.

SUB TEMA
MENDORONG SOLIDARITAS BANGSA UNTUK MEMPERJUANGAKAN KEBENARAN, KEADILAN, DAN KESEJAHTERAAN DALAM MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN INDONESIA SECARA BERMARTABAT.

IV. TUNTUTAN
BERDASARKAN APA YANG TELAH DI URAIKAN DIATAS MAKA SEGENAP CIVITAS GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA YANG ADA DI 75 CABANG DI SELURUH INDONESIA MENUNTUT :
1. PARA PELAKU PEMBAKARAN DAN PENGRUSAKAN GEREJA DI TEMANGGUNG HARUS DI DITANGKAP, DIPERIKSA, DIADILI DAN DIBERIKAN HUKUMUAN SEBERAT BERATNYA!
2. BAHWA OTAK INTELEKTUAL DARI KELOMPOK ANARKIS INI DAPAT DITINDAK DAN DIBERI HUKUMAN SETIMPAL DENGAN PERBUATANNYA
3. MENINDAK TEGAS DAN MEMBUBARKAN ORMAS – ORMAS FUNDAMENTALIS AGAMA YANG TELAH MENGGANGGU KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA.
4. PIHAK KEPOLISIAN YANG MENGETAHUI INFORMASI TAPI TIDAK MELAKUKAN UPAYA PREVENTIF JUGA HARUS DIPERIKSA DAN DITINDAK TEGAS.
5. MENGUTUK DENGAN KERAS PARA PEJABAT YANG SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG TERLIBAT DALAM KASUS PERCOBAAN MELAKUKAN KERUSUHAN BERDIMENSI SARA, UNTUK MELAKUKAN PENGALIHAN ISU TERKAIT SEJUMLAH MASALAH NEGARA YANG SEMENTARA DI TEKAN OLEH OKP DAN ORMAS ANTI PEMBOHONG.
6. KAPOLRI TIMUR PRADOPO DENGAN PERNYATAANNYA YANG MENGGANGGAP PERMASALAHAN INI SEBAGAI DINAMIKA BIASA DALAM MASYARAKATMENURUT KAMI SANGATLAH JAUH DARI SIFAT PEMIMPIN YANG BIJAK, SEAKAN PROSES BUNUH-MEMBUNUH, BAKAR – MEMBAKAR, DAN RUSAK – MERUSAK ATAS NAMA AGAMA ADALAH HAL BIASA. OLEHNYA ITU KAMI MEMINTA KAPOLRI DI COPOT DARI JABATANNYA!
7. MEMINTA AGAR SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TIGA MENTERI ITU SEGARA DI EVALUASI DAN REVISI.
8. MENCOPOT MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI AGAMA, KARENA DINILAI GAGAL MELAKUKAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWABNYA DALAM MENJAGA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA BERNEGARA.

V. WAKTU PELAKSANAAN AKSI
Aksi ini akan dilaksanakan oleh seluruh cabang -– cabang GMKI di Indonesia pada : hari selasa tanggal 22 februari 2011 pukul: 10.00 waktu setempat.

VI. PENUTUP

DEMIKIAN MAKSUD INI KAMI SAMPAIKAN DENGAN HARAPAN KITA SEMUA TETAP DIBERIKAN HIKMAT AGAR TETAP BERJALAN PADA JALAN KEBENARAN DAN DITENGAH – TENGAH JALAN KEADILAN. LAKUKANLAH HAL INI SEBAGAI TANDA BAHWA KITA ADA DISINI KARENA DIUTUS. TINGGI IMAN, TINGGI ILMU, TINGGI PENGABDIAN.

UT OMNES UNUM SINT.





PENGURUS PUSAT
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA
MASA BAKTI 2010 – 2012





JOHNY RAHMAT JOZTHIN M.E. THELIK
Ketua Umum Sekretaris Umum

Tidak ada komentar: