S T A T I S I K

Sabtu, Maret 01, 2014

GLOBALISASI DAN REGIONALISME ASEAN

Oleh : Laikmen Sipayung

Akhir-akhir ini masyarakat dunia dihadapkan pada era globalisasi. Globalisasi adalah suatu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang dalam waktu lima tahun terakhir ini, dengan pemaknaan yang beragam. Namun, apa yang dipahami sebagai istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain.
Globalisasi telah menjadi satu fenomena yang luar biasa. Seandainya mulus berjalan maka seluruh penduduk planet kita akan hidup lebih baik dan lebih sejahtera. Tetapi dalam perjalanannya, ternyata tidak demikian adanya, jurang kemiskinanpun makin menganga. Globalisasi yang kita percaya sebagai proses perubahan budaya, tanpa kita sadari, telah merasuki kehidupan kita sehari-hari. Khususnya bagi Indonesia, yang dilanda krisis sejak tahun 1997, para pemimpin bangsa belum dapat membawa bangsa ini keluar dari schock yang disebabkan krisis tersebut. Disisi lain etos kerja dan produktivitas nasional makin menurun. Kendala ini terus menjadi hambatan kita untuk segera keluar dari keterpurukan. 
Dinamika kehidupan global memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Globalisasi hadir dalam semangat liberalisme dan kapitalisme dimana kebebasan menjadi icon dan penguasaan pasar oleh instrumen-instrumen neoliberal yakni lembaga-lembaga internasional yang di dominasi oleh negara-negara dunia pertama. Tragisnya, negara-negara dunia ketiga menjadi sasaran empuk dari pertarungan berbagai kepentingan pasar dan politik global yang dimainkan oleh aktor-aktor neoliberalisme.
Melihat Fenomena Regionalisme
Pergeseran sistem ekonomi internasional pasca-Perang Dingin menimbulkan dampak besar bagi dinamika hubungan perdagangan antar negara. Amerika Serikat pun menjadi satu-satunya negara superpower dengan ideologi kebebasan di segala bidang. Sistem ekonomi internasional lantas bergeser ke arah neoliberalisme dengan menempatkan pasar bebas sebagai aktivitas utamanya. Akibatnya, negara-negara dituntut untuk mampu mengakomodasi sistem tersebut dengan mengintegrasikan ekonomi nasionalnya menuju keterbukaan tata perekonomian dunia baru yang berdasarkan liberalisasi ekonomi. Hal ini juga diikuti dengan munculnya berbagai perjanjian internasional di bidang liberalisasi perdagangan melalui sistem perdagangan bebas (free trade). Pada saat memasuki fase ini, setiap negara harus menjalankan perekonomiannya berdasarkan mekanisme pasar. Karena itu, bentuk-bentuk intervensi negara diminimalisir, seperti pemberian subsidi, kuota, lisensi, monopoli, dan tata niaga
Sebagai respon atas perkembangan tersebut, munculnya semangat regionalisme di antara negara-negara dalam satu kawasan. Beberapa kerja sama ekonomi regional yang telah terbentuk antara lain Europe Union (EU), North American Free Trade Agreement (NAFTA), Southern Common Market (MERCOSUR), Common Market for Eastern and Southern Africa (COMESA), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), dan terahir saat ini negara-negara ASEAN sedang bersiap menuju ASEAN Community 2015.
Indonesia sebagai salah satu aktor penting yang berperan dalam dinamika regional Asia dan ASEAN seperti dalam hal pemberlakuan AFTA dan menuju ASEAN Community 2015, memiliki hal-hal yang penting untuk dibahas. Sebagai salah satu negara ASEAN yang memiliki pasar yang luas, tentu Indonesia menempati posisi strategis bagi para produsen. Posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang masih dalam tahapan negara berkembang menjadikannya sebagai negara yang perlu mendapat perhatian. Pasalnya, sejak terkena krisis ekonomi tahun 1997, perekonomian Indonesia belum mengalami perbaikan signifikan. Publikasi tahunan statistik Indonesia memberikan bukti empiris bahwa sejak resesi ekonomi, semua pendapatan agregat dan per orang belum mengalami pertumbuhan yang menggembirakan.
Di samping itu, Indonesia juga masih mengandalkan resource abundant dan ketergantungan pada sumber daya alam. Juga pada sektor industri, Indonesia masih sangat tergantung pada labour intensive. Hal ini belum dipandang dari segi lainnya seperti kualitas sumber daya manusia yang kurang memadai dan ketersediaan infrastruktur yang belum merata di seluruh wilayah negeri ini. Ditambah lagi ternyata perkembangan pangsa ekspor Indonesia ke ASEAN dibandingkan dengan total ekspor tidak menunjukkan perkembangan berarti, yaitu dari 13,6 persen pada awal pembentukan AFTA 1993 menjadi 18,2 persen pada 2004 dengan rata-rata peningkatan 9,9 persen. Pada perkembangan investasi ke kawasan ASEAN pun Indonesia masih mengalami arus negatif.
Regionalisme telah berkembang dari kerjasama antar negara untuk meningkatkan persahabatan sebagai tetangga, telah berkembang menjadi satu pakta perdagangan dan ekonomi, sedang globalisasi perdagangan yang dimotori negara-negara maju dimulai dari sektor perdagangan dan kemudian memasuki sector-sektor lainnya. Globalisasi terus bergulir dan regionalisme pun makin menguat. Kesenjangan yang dimunculkan oleh hegemoni negara maju memicu lahirnya gerakan nasionalisme baru (regionalisme). Orientasi regionalpun makin meningkat.

Ditengah kondisi globalisasi yang semakin tak terbendung ini, terbukti dengan hadirnya blok-blok regionalisasi, yang paling dekat adalah Masyarakat ASEAN 2015, dan komunitas lain yang juga akan menyusul. Ditambah dengan konstelasi masayarakat Asia Pasiific yang semakin membuka diri dalam berhubungan satu sama lain, yang tertuang dalam kesepakatan APEC 2013 di Bali baru-baru ini. Sebagai negara dengan jumlah penduduk nomor empat didunia, bagaimana Indonesia menghadapinya? Masalah utama yang kita hadapi adalah hilangnya rasa saling percaya atau trust, baik horizontal maupun vertikal, sehingga meninggalkan hanya sebagian kecil energi kita untuk menyelesaikan pokok masalah bangsa, yaitu mensejahterakan masyarakat. Menjawab hal ini kondisi masyarakat Indonesia seakan belum siap. Kemampuan bersaing secara mandiri (tanpa sokongan pemerintah) juga masih sebatas harapan. Sehingga penguatan kapasitas masyarakat menjadi hal yang tidak terelakkan, jika kita masih ingin jadi “pemangsa”, bukan “mangsa” dalam dinamika dunia yang terus mereduksi batas-batas negara. Pada akhirnya basis kekuatan ekonomi rakyat merupakan hal yang menjadi perhatian utama untuk diperkuat.

Minggu, Februari 03, 2013



PEMUDA (MAHASISWA) DITENGAH HIRUK-PIKUK 
PEMILIHAN KEPALA DAERAH


  A.     Defenisi Pemuda
Dalam mengartikannya, pemuda Indonesia sering didefenisikan beragam. Defenisi yang satu dengan yang lainnya berbeda satu sama lain, termasuk dalam hal rentang usianya. Menurut Undang-Undang Kepemudaan menyatakan bahwa pemuda itu adalah berusia 18-35 tahun. Dalam kehidupan masyarakat agraris, pemuda sering dipandang dalam kedudukan rendah karena terdapat hierarki masyarakat yang menjadikan posisi orang tua menjadi lebih tinggi. Namun demikian, dalam perjalanan sejarah Indonesia, pemuda merupakan katalisator perubahan dan memiliki kemampuan dalam mengintegrasikan diri dengan isu orang dewasa, bahkan menjadi orang dewasa itu sendiri, dan bahkan pemuda mampu memainkan isu-isu orang dewasa dengan lebih unggul dan radikal.
Pemuda merupakan golongan masyarakat yang dekat dengan ide-ide baru, dekat dengan perubahan. Sebagai bagian dari perubahan politik nasional, pemuda Indonesia selalu menggunakan pendekatan-pendekatan kooperatif dan non kooperatif, atau radikal dan moderat, atau diplomasi dan kekuatan senjata/fisik. Pilihan cara atau sikap dalam keterlibatan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut merupakan cara pemuda mengekspresikan dirinya pada setiap zaman dengan dinamika kesejarahannya.

B.     Kesejarahan Pemuda Indonesia
Tidak dapat dielakkan bahwa dalam setiap pertemuan pemuda atau pertemuan yang membicarakan pemuda, sering disebut momentum kesejarahan yang dimainkan oleh pemuda terkait perubahan, antara lain; Pertama, pergerakan pemuda 1908, pergerakan pemuda dalam konstruksi kedaerahan/kebudayaan. Kedua, pergerakan pemuda 1920-an, pergerakan pemuda dalam kelompok study hingga melahirkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Pergerakan pemuda dengan ide-ide cemerlang yang dapat membangkitkan dinamika politik bangsa hingga benar-benar memampukan mereka menyongsong dan meraih kemerdekaan. Ketiga, pergerakan pemuda 1945, pergerakan pemuda revolusioner dengan mengangkat senjata melawan kolonial bahkan sampai menimbulkan ketegangan-ketegangan dengan golongan tua. Namun ada juga perjuangan bersifat kooperatif seperti perjuangan diplomasi. Keempat, pergerakan pemuda 1966, pergerakan pemuda hingga dekade demokrasi terpimpin terlihat lebih bersifat kooperatif, terlibat dalam politik kekuasaan, namun demikian tetap masih ada pergerakan non kooperatif dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Kelima, pergerakan pemuda 1998, pergerakan era reformasi hingga transisi demokrasi saat ini yang lahir pada saat akhir-akhir masa kepemimpinan orde baru yang ditandai dengan penggantian presiden Suharto kepada Presiden B.J. Habibie yang sebelumnya Wakil Presiden. Pergantian era tersebut pada satu sisi dilatarbelakangi oleh krisis pada banyak sektor kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dan pada sisi lain muncullah persoalan-persoalan politik kebangsaan yang lebih kompleks.

Pada setiap fase perubahan politik itu, terutama pada fase 1920-an dan 1940-an, pemuda tidak hanya sebagai pelopor, pemikir, serta secara fisik menjadi tentara rakyat dan berada dibarisan depan perjuangan kebangsaan, tetapi juga sebagai pemimpin nasional yang memiliki visi kebangsaan dan selalu menjadi penentu hampir semua keputusan politik pergerakan kebangsaan. Bahkan tidak hanya sampai pada momentum proklamasi pemuda memiliki posisi sentral sebagai pemimpin nasional, pasca proklamasi kemerdekaan, terutama pada masa-masa perundingan dengan pemerintahan Belanda posisi kepemimpinan nasional masih menjadi hal yang biasa bagi pemuda. Artinya, sampai pada masa itu  pemuda masih memberikan peran penting bagi kepemimpinan nasional, dan tidak langka atau menjadi sebuah keanehan.
Pemuda merupakan sosok yang kuat tetapi perlu motivasi, kelompok yang memiliki peran tetapi butuh arena. Kelompok yang menentukan masa depan tetapi perlu diberikan kesempatan dan kelompok potensial yang dapat apa saja namun perlu pengakuan. Sosok idelaisme, sikap kritis yang dimiliki pemuda selalu risau terhadap kemapanan. Berpihak kepada yang terpinggirkan, pembela kaum miskin, ketidakadilan dan kaum tertindas. Tidak mengherankan apabila Bung Karno mengatakan “berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan dapat memindahkan gunung itu”. Artinya sebagai kelompok anomik dalam  struktur politik, pemuda memiliki kekuatan laten dan manifest yang patut dibangkitkan, diberikan ruang dan arena untuk berkiprah, mengasah kreatifitas dan inovasi bagi tumbuhnya generasi yang memiliki kesadaran, kemampuan dan tanggungjawab bagi diri dan bangsanya. Peran dan kiprah pemuda tidak saja ditujukan pada situasi anomalis, ketika negara dalam keadaan chaos, justru dalam keadaan normal, idealisme pemuda sangat diperlukan untuk mengawal setiap proses kehiduapan ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan  kemanan.

 C.     Pemuda dan Politik
Khusus dibidang politik, sentuhan idealisme dan daya kritis pemuda sangatlah diperlukan utamanya dalam mengawal proses transisi demokrasi yang sedang kita laksanakan saat ini. Pilihan terhadap sistem demokrasi dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, membutuhkan dukungan semua pihak untuk mengawal proses demokrasi agar dapat berjalan dan mempercepat pencapai tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Proses demokrasi yang sedang kita laksanakan saat ini perlu dikawal, agar tidak terjadi stigma negatif terhadap demokrasi itu sendiri. Jangan sampai berkembang anggapan bahwa demokrasi justru menjadikan rakyat sangsara, harga-harga menjadi mahal, rakyat susah untuk mendapat penghidupan, kerusuhan terjadi dimana-mana, oleh karenanya lebih baik kembali ke masa otoriter seperti pada masa yang lalu. Stigma ini tentu akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan sistem demokrasi yang dianggap sebagai pilihan terbaik bagi kemaslahatan masyarakat.

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai bagian dari hak asasi manusia dan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatua Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis, dan berdasarkan hukum. Pengajawantahan hak-hak politik tersebut, setiap warga negara yang telah memenuhi persyaratan diberikan kebebasan membentuk, memelihara dan mengembangkan hak-hak politiknya termasuk bergabung dalam organisasi social dan politik sebagai pilar demokrasi. Melalui organisasi social dan politik pemuda dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Melalui kebebasan yang bertanggungjawab segenap warganegara termasuk pemuda memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata.

Kesetaraan merupakan prinsip yang memungkinkan segenap warganegara (pemuda) berpikir dalam kerangka kesedarajatan  sekalipun kedudukan, fungsi dan peran masing-masing berbeda. Kebersamaan merupakan wahana untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara sehingga segala bentuk tantangan lebih mudah dihadapi. Sebagai bagian dari komponen bangsa, pemuda tidak dapat melepasdkan diri dan menghindar dari politik. Oleh karena hakekat manusia termasuk pemuda adalah zoon politicon atau mahluk politik. Keberadaan dan kiprah manusia termasuk pemuda merupakan bagian dari produk politik dan terlibat baik langsung maupun tidak langsung, nyata maupun tidak nyata dalam kehidupan politik.

Peran politik pemuda dapat dilihat dari: Pertama, partisipasi politik pemuda sebagai bagian dari sistem politik yakni dalam supra struktur politik dan infra struktur politik. Dalam supra struktur politik, pemuda merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sistem pemerintahan. Sebagai warga negara setiap pemuda harus memahami tentang hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, termasuk melakukan bela Negara. Dalam infra struktur politik, pemuda dapat berkiprah dalam kegiatan partai politik, pada kelompok kepentingan, kelompok penekan maupun kelompok anomalis. Inilah arena politik yang dapat digunakan oleh pemuda dalam berpartisipasi.

D.     Pemuda Dalam Pilkada Langsung
Pilkada langsung sebagai arena politik, memberikan ruang yang luas bagi pemuda untuk berpartisipasi. Pilkada langsung sebagai bentuk pengajawantahan sistem demokrasi langsung merupakan proses politik lokal, dimana rakyat di daerah diberikan hak politiknya untuk menentukan secara langsung pemimpinnya tanpa melalui perwakilan sebagaimana sistem pilkada tidak langsung. Pilkada langsung diselenggarakan oleh KPUD yang penyelenggaraannya dilakukan melalui tahapan-tahapan; pendaftaran dan penetapan pemilih, pengajuan calon dan penetapan calon kepala daerah, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan calon terpilih dan pelantikan.

Dari pelaksanaan tahapan tersebut, pemuda dapat berpartisipasi sebagai penyelenggara dengan masuk kedalam struktur penyelenggara seperti menjadi anggota KPUD, PPK, PPS, KPPS ataupun menjadi anggota Pengawas Pilkada dan bisa juga berpartisipasi sebagai pemantau pilkada. Pemuda dapat juga berpartisipasi sebagai peserta pilkada yakni mengajukan diri sebagai calon kepala daerah. Untuk dapat menjadi calon kepala daerah dapat melalui jalur partai politik dengan ketentuan diusung oleh partai politik yang memiliki suara atau kursi sekurang-kurangnya 15%, atau dapat juga melalui calon perseorangan. Partisipasi politik pemuda dapat pula dilakukan dengan berperan serta mengawasi, mengawal setiap proses penyelenggaraan tahapan pilkada agar dapat berjalan secara free dan fair. Keterlibatan pemuda dalam berpartisipasi akan sangat memberikan arti bagi proses penyelenggaraan pilkada dapat berjalan aman damai dan demokratis.

Dari paparan tersebut, partsipasi politik pemuda dalam pilkada langsung menjadi sangat penting dan strategis oleh karena:
  1. Pemuda sebagai agen perubahan harus dapat mengawal proses transisi demokrasi kearah yang lebih substantif yakni terlaksananya pilkada secara free dan fair.  Untuk mengawal proses tersebut, pemuda dapat berkiprah baik sebagai penyelenggara, peserta ataupun pengawas proses penyelenggaraan pilkada;
  2. Pemuda harus dapat tampil sebagai agen penjaga moral dan etika politik dalam proses demokrasi, artinya pilkada langsung harus dapat berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku, sikap dan prilaku politik yang dijalankan harus menjunjung tinggi etika dan sopan santun politik sehingga tidak menerapkan praktik-praktik politik yang kotor, menghalalkan segala cara dan menggunakan cara-cara kekerasan atau premanisme politik.
  3. Pemuda harus dapat tampil sebagai penjaga demokrasi; menghormati hak dan kewajiban orang lain, menghargai perbedaan pilihan dan tidak terjebak pada pragmatisme politik. 

 Dengan demikian, agar kiprah, peran dan partisipasi politik pemuda dapat diperhitungkan, maka setiap pemuda hendaknya memiliki:
  1. Komitmen yang kuat, berketeguhan hati dan konsistensi memperjuangkan dan mewujudkan cita-cita bagi kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara..Tidak terjebak pada sikap yang ambigu, tidak memiliki keteguhan hati dan komitmen bagi idealisme atau ideologi, asas perjuangan dan cita-cita. Komitmen menyangkut kontrak nurani yang harus dipegang teguh untuk merealisasikan cita-cita melalui alat perjuangan. Apabila ini dapat dipegang, niscaya akan menjadi pemuda yang tidak dicap sebagai “kutu loncat”.
  2. Integritas, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika, fibrasinya dapat dirasakan dan dilihat dari sikap dan prilaku yang santun dalam berpolitik. Banyak pihak beranggapan keliru, bahwa politik itu adalah kejam, politik itu menghalalkan segala cara, sepanjang tujuan tercapai menabrak rambu-rambu sekalipun itu dibenarkan. Dalam hitungan yang sangat pendek dan pragmatis mungkin ya. Namun sesungguhnya itu adalah semu. Oleh karenanya integritas diri merupakan investasi jangka panjang yang patut dijaga sebagai hikmah kebijaksanaan.
  3. Kompetensi, yakni kemampuan atau kualitas sumber daya manusia menjadi modal dasar yang harus dikembangkan secara terus menerus. Kemampuan untuk memahami orang lain, mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan, mencarikan solusi merupakan proses pembelajaran dan pendewasaan yang mensti terus menerus dikembangkan. Ungkapan long life educations menjadi penting ditanamkan sebagai orientasi peningkatan kompetensi.
  4. Konstituensi, meliputi dukungan dan jaringan dari sebanyak banyaknya masyarakat. Menjalin hubungan baik serta membina jaringan yang telah terbangun merupakan pekerjaan yang tidak boleh diabaikan dalam berkiprah. Karena bagaimanapun juga kepercayaan dan upaya untuk mendapatkan kekuasaan dengan cara-cara yang elegan seperti mempengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi tidak merasa direndahkan dan atau senang untuk memberikan dukungan akan memberikan nilai positif.

Sebetulnya, banyak pemuda yang memiliki kecakapan, kedewasaan dan kebijaksanaan politik yang melebihi orang tua. Tidak sedikit pula orang tua yang menunjukkan sikap politik yang kekanak-kanakan. Oleh karena politik itu tidak hanya ilmu, tetapi seni untuk bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, seni untuk mendapatkan, menjalankan dan mempertahankan kekuasaan maka dalam implementasinya dibutuhkan rasio, rasa, sensitifitas dan kehalusan jiwa untuk memainkannya dalam artian diperlukan kecerdasan intelegensia, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Inilah sesungguhnya esensi partisipasi politik.